BAB 3
Iman kepada
Hari Akhir
A.
HARI KIAMAT
SEBAGAI HARI PEMBALASAN HAKIKI
Beriman pada
hari akhir menjasi ciri muttaqin (orang-orang yang bertakwa). Allah SWT
berfirman sebagai berikut :
Artinya :
"Dan mereka
yang beriman kepada Kitab (Al-Qur’an)yang telah diturunkan kepadamu
(Muhammad)dan kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin
akan adanya (kehidupan) akhirat." (Q.S. Al-Baqarah, 2: 4)
1. Hari Kiamat
menurut Al-Qur’an
a. Kiamat Sugra
Kiamat surga
berarti kerusakan kecil. Misalnya kematian atau berbagai macam bencana alam,
seperti gempa bumi, gunung meletus, atau pun banjir, yang banyak menelan korban
jiwa.
Mati ialah terpisahnya antara jasmani dengan rohani. Jasmani kembali ke asalnya
yaitu tanah, sedangkan rohani terus hidup di alam Barzakh (alam kubur).
Alam Barzakh adalah alam tempat hidup umat manusia setelah mati sampai
mereka dibangkitkan dari kuburnya masing-masing untuk kemdian ditentukan Allah.
Firman Allah menyatakan dalam surat Al-‘Ankabut ayat 29, yang artinya :“Tiap-tiap
yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian kepada Kamilah kamu dikembalikan.”
b. Kiamat Kubra
Kiamat kubra
(kerusakan besar) adalah hancurnya alam semesta dengan segala isinya. Bumi,
matahari, dan bintang saling bertabrakan sehingga mengalami kehancuran total.
Manusia, jin, tumbuhan, dan hewan seluruhnya mati. Peristiwa ini terjadi
setelah sangkakala pertama kali ditiup oleh Malaikat Israfil. Hal ini
dinyatakan dalam firman Allah yang artinya sebagai berikut ini : “Maka
apabila sangkakala ditiup sekali tiup, dan di angkatlah bumi dan gunung-gunung,
lalu di benturkan keduanya sekali bentur. Maka pada hari itu terjadilah hari
kiamat, dan terbelahlah langit, karena pada hari itu langit menjadi lapuk.”
Setelah
terjadi kiamat kubra, Malaikat Israfil meniup sangkakala untuk yang kedua
kalinya. Allah SWT membangkitkan dan menghidupkan kembali manusia yang pernah
hidup di alam dunia dari tidurnya. Peristiwa dibangkitkannya manusia dari
kuburnya, disebut Ba’as’. Lihat Firman Allah SWT yang artinya : “Kemudian
Dia mematikannya dan memasukkannya ke dalam kubur, kemudian bila Dia
menghendaki, Dia membangkitkannya kembali.” (Q.S. ‘Abasa, 80: 21-22)
Setelah
seluruh umat manusia dibangkitkan dari kubur masing-masing, mereka dikumpulkan
di padang yang sangat luas yang disebut Padang Mahsyar (lihat Q.S.
Al-An’am, 6: 22). Hari dikumpulkannya seluruh umat manusia di Padang
Mahsyar disebut Yaumul-Hasyr.
Maksud dikumpulkannya umat manusia di Padang Mahsyar adalah untuk dihisab atau
di perhitungkan amal perbuatan mereka ketika di dunia dengan seteliti dan
seadil-adilnya (lihat Q.S. Al-Mujadilah, 58: 6). Peristiwa di Padang
Mahsyar ini disebut Yaumul-Hisab.
Rasulullah bersabda, “Pada hari kiamat seseorang tidak akan luput dari 4
pertanyaan: tentang umurnya, untuk apa aja umur itu dipergunakannya; tentang
ilmunya, apa yang dilakukannya dengan ilmu ini; tentang hartanya, darimana
didapatnya dan untuk apa dibelanjakannya; tentang tubuh (tenaga atau kekuatan
tubuhnya), untuk apa dipakainya.” (H.R. At-Tirmizi)
Perhitungan atau pengadilan Allah SWT di alam Akhirat kelak sangat adil. Tidak
ada seorang pun yang dirugikan. Mereka berhak masuk surge karena ketakwaannya
tentu akan masuk ke dalam surga. Sebaliknya, mereka yang harus masuk neraka
karena kedurhakaannya kepada Allah tentu akan masuk ke dalam neraka. Hari
keputusan Allah SWT disebut Yaumul-Jaza’, Allah SWT berfirman: “Pada hari
ini tiap-tiap jiwa diberi balasan dengan apa yang diusahakannya. Tidak ada yang
dirugikan pada hari ini. Sesungguhnya Allah amat cepat hisabnya.” (Q.S.
Al-Mukmin: 18)
2. Surga dan
Neraka
Surga adalah
tempat yang penuh dengan berbagai kenikmatan, yang disediakan Allah bagi
orang-orang yang bertakwa. Neraka adalah tempat yang penuh dengan berbagai
siksaan, yang disediakan Allah bagi orang-orang yang durhaka. Dalam hal ini
Allah SWT berfirman yang artinya, “Dan peliharalah dirimu dari api neraka,
yang disediakan untuk orang-orang kafir. Dan bersegeralah kamu kepada ampunan
dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang
disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (Q.S. Ali ‘Imran, 3:
131-133)
Pengadilan Allah SWT di alam Akhirat pada hakikatnya merupakan pengadilan yang
seadil-adilnya terhadap setiap amal perbuatan manusia ketika di dunia. Firman
Allah menyatakan berikut ini:“Yang
menjadikan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih
baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (Q.S. Al-Mulk,
67: 2)
B. PERILAKU
SEBAGAI PENCERMINAN KEIMANAN PADA HARI AKHIR
Perilaku
sebagai pencerminan keimanan terhadap hari akhir itu antara lain: 1. Senantiasa
bertakwa kepada Allah SWT, yakni melaksanakan semua perintah-Nya dan
meninggalkan larangan-larangan-Nya.
2. Disiplin
dalam melaksanakan salat lima waktu dan ibadah-ibadah lain yang hukumnya wajib.
3. Mencintai
para fakir miskin yang diwujudkan melalui sikap, ucapan, perbuatan dan bantuan
harta benda. Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Setiap sesuatu ada
kuncinya, sedang kunci surge adalah mencintai para fakir miskin. Karena
kesabaran mereka, mereka adalah kawan akrab Allah pada hari kiamat.” (H.R.
Abu Bakar bin Laal dari Ibnu Umar bin Khattab)
4. Menyantumi,
memelihara, mengasuh, mendidik anak-anak yatim dengan penuh kasih sayang.
5. Berperilaku
terhadap tetangga, menghormati tamu, dan bertutur kata yang baik-baik aja atau
diam. Sikap tutur kata dan perilaku tersebut termasuk tanda-tanda beriman
kepada hari akhir.
6. Melaksanakan
tujuh macam perilaku yang menyebabkan memperoleh naungan (perlindungan) Allah
SWT di alam akhirat kelak.
C. HIKMAH
BERIMAN PADA HARI AKHIR
Hikmah
beriman pada hari akhir (hari Kiamat) itu antara lain:
1. Memperkuat
keyakinan bahwa Allah SWT Maha Kuasa dan Maha Adil
2. Memberikan
dorongan untuk membiasakan diri dengan sikap dan perilaku terpuji (akhlaqul-karimah)
dan menjauhkan diri dari sikap serta perilaku tercela (akhlaqul-mazmumah).
3. Memberi
dorongan untuk bersikap optimis, tawakal, dan sabar meskipun tertimpa berbagai
kemalangan.
BAB 4
Perilaku
Terpuji
A. ADIL
Dalam kamus
bahasa Indonesia, kata adil berasal dari bahasa Arab yang berarti tidak
berat sebelah, jujur, tidak berpihak, atau proporsional. Pengertian adil
menurut istilah ilmu akhlak dapat dikemukakan sebagai berikut:
Ø Meletakkan
sesuatu pada tempatnya.
Ø Menerima hak
tanpa lebih dan memberikan hak orang lain tanpa kurang.
Ø Memberikan
hak setiap yang berhak secara lengkap, tidak melebihi dan tidak mengurangi,
antara sesama yang berhak dalam keadaan yang sama, dan menghukum orang jahat
atau melanggar hokum sesuai dengan kesalahan dan pelanggarannya.
Perintah untuk bersikap dan berperilaku adil telah difirmankan Allah SWT
sebagai berikut. “Sesungguhnya
Allah menyuruh (kamu) berperilaku adil dan berbuat kebajikan, member kepada
kaum kerabat, dan Allah melarang perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan….”
(Q.S. An-Nahl, 16: 90)
B. RIDA
Kata ria
berasal dari bahasa Arab yang artinya rela dan menerima dengan suci hati.
Menurut istilah rida berarti menerima dengan rasa senang apa yang Allah baik
berupa peraturan, hukum, ataupun qada atau ketentuan nasib.
Mengacu pada pengertian rida, menurut istilah seperti tersebut rida dapat
dibagi menjadi 2 macam, yaitu:
a. Rida
terhadap hukum (peraturan) Allah SWT. Orang yang rida terhadap hukum Allah SWT
tentu akan melaksanakan segala perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.
b. Rida
terhadap qada dan qadar Allah SWT yang berkaitan dengan nasib. Orang beriman
yang bijaksana akan menerima qada qadar Allah SWT yang berupa kenikmatan dengan
rasa syukur.
C. AMAL SALEH
Menurut
pengertian kebahasaan amal berarti perbuatan dan saleh berarti
baik. Jadi amal saleh berarti perbuatan yang baik.
Menurut
istilah dalam pengertian yang khusus amal saleh ialah setiap hal yang mengajak
dan membawa ketaatan terhadap Allah SWT, baik perbuatan lahir maupun batin.
Syarat
sahnya amal saleh adalah:
1. Amal saleh
itu dikerjakan dengan niat ikhlas karena Allah SWT semata.
Rasulullah
SAW bersabda: “Allah tidak
menerima amal melainkan yang didasari ikhlas karena Allah dan untuk mencari
keridaan-Nya.” (H.R. Ibnu Majah)
2. Amal saleh
itu hendaknya dilakukan secara sah, sesuai dengan petunjuk syara’ (Al-Qur’an
dan Hadis).
Rasulullah
SAW bersabda:“Barangsiapa
yang mengerjakan suatu amal tanpa ada dasarnya dalam perintah (agama), maka
(amal tersebut) ditolak.” (H.R. Muslim).
3. Dilakukan
dengan mengetahui ilmunya.
Rasulullah
SAW bersabda: “Apabila suatu urusan diserahkan pada orang yang bukan ahlinya
(tidak mengetahui ilmunya), maka tunggulah kehancurannya.” (H.R.
Bukhari)
Apabila
amal-amal saleh itu dikerjakan dengan niat ikhlas karena Allah sesuai ketentuan
syara’ dan sesuai dengan ilmunya, akan mendatangkan kebaikan-kebaikan
baik bagi kehidupan di alam dunia maupun bagi kehidupan di alam akhirat. Allah SWT
berfirman: "Dan
orang-orang yang beriman serta beramal saleh, mereka itu penghuni surga, mereka
kekal di dalamnya." (Q.S. Al-Baqarah, 2: 82)
Jazakillah rangkumannya :)
BalasHapusterimakasih Kak buat Artikelnya ^^.
BalasHapussyukron ka
BalasHapusbermanfaat banget (y)
Tertolong bngt mkasih
BalasHapus